English Dutch French Arabic Korean Japanese Chinese

Jumat, 12 Oktober 2012

Peningkatan Kuota Perempuan di Parlemen Belum Hasilkan Perubahan Signifikan

BANDUNG - Peningkatan jumlah perempuan yang hadir di lembaga perwakilan politik tingkat provinsi tidak bisa berhenti hanya soal jumlah. Di Jawa Barat (Jabar), peningkatan jumlah ini pun belum diikuti perubahan signifikan pada situasi objektif perempuan di Jabar. Demikian kesimpulan Tim Peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) yang disampaikan di Hotel Aston Jalan Djunjunan, Kota Bandung, Rabu (10/10/12).

Pada 2004-2009 ada sembilan perempuan dari 100 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada 2009-2014 ada 25 orang (sekarang 24) dari 100 (sekarang 98) anggota DPRD. Bahkan sebanyak lima dari enam posisi pimpinan DPRD diisi oleh perempuan.

Salah satu peneliti dari Puskapol UI, Anna Margaret mengatakan meski 25 persen keterwakilan perempuan di kursi legislatif sudah dipenuhi di Jabar, masalah yang berkaitan dengan perempuan masih cukup tinggi. Dia mengatakan, berdasarkan data Bareskrim Mabes Polri, perdagangan perempuan di Jabar tertinggi di Indonesia (2005-2009). Selain itu, berdasarkan data dari kementerian kesehatan, angka kematian ibu dan anak di Jabar juga tertinggi di Indonesia (2006-2012).

Peningkatan jumlah anggota legislatif perempuan menurut Anna merupakan bukti keberhasilan prosedur politik afirmatif. "Hal ini ironi karena peningkatan jumlah aleg masih jadi keberhasilan partai politik (parpol). Parpol tampil seolah demokratis tetapi tidak terbukti berpihak pada perempuan. Ini ditandai dengan minimnya dukungan dan agenda parpol untuk memperjuangkan kepentingan politik perempuan yang strategis," kata Anna kepada “PRLM”.

Tim Puskapol yang meneliti 13 dari 24 perempuan anggota legislatif Jabar selama setahun ini, melihat tingginya peran organisasi masyarakat (ormas) yang mengawasi dan memberi masukan kepada aleg. Ini menunjukkan adanya hubungan baik perempuan aleg dengan para ormas yang menurut mereka harus dipertahankan.

Walau begitu, Anna juga menyoroti sulitnya mengakses para perempuan anggota legislatif dalam penelitian sejak September 2011-September 2012. "Penelitian kami lakukan hanya dengan 13 dari 24 perempuan. Hasil penelitian ini memang tidak bisa menjadi potret semua anggota DPRD Jabar. Akses terhadap perempuan anggota DPRD Jabar tergolong tersulit dibanding Banten dan Jakarta," kata Anna.

Para peneliti Puskapol merekomendasikan agar adanya advokasi pada parpol agar memenangkan agenda perempuan secara substansional. Selain itu, kuota 30 persen perempuan di DPRD juga harus dilengkapi. “Ini akan jadi batu sandungan kalau dipandang sebagai tujuan atau target. Ini alat sementara atau kebijakan sementara untuk mengoreksi ketimpangan yang ada. Koreksi ketimpangan ini akan dilihat sesudah atau sebelum perempuan naik pada posisi pengambil keputusan. Ada atau tidka perbaikan kesejahteraannya,” kata Anna menegaskan.

Sementara itu, Ketua Kaukus Perempuan (KKP) DPRD Jabar Ganiwati mengatakan hasil penelitian dari Puskapol menjadi masukan bagi para perempuan anggota legislatif. Pada sisi lain, Gani juga meminta keaktifan p[erempuan memanfaatkan KKP yang selalu terbuka terhadap persoalan yang terjadi pada perempuan. “Saya apresiasi penelitian yang kami nantikan sebagai otokritik bagi kami agar mengetahui hal yang harus diperbaiki dan dipertahankan. Jumlah yang tinggi namun percepatan kesejahteraan perempuan yang belum tercapai menjadi catatan bagi kami,” katanya. (pro)
Bagikan :

Baca Juga:

Indeks Berita


Nasional


Wisata

Opini

Sosok

 
Bandung Raya Online Copyright © 2012 Allright Reserve - Pengelola: Bandung Media Citra (BMC).