English Dutch French Arabic Korean Japanese Chinese

Jumat, 12 Oktober 2012

Kultur Politik Jabar dan DKI Berbeda

BANDUNG - Keputusan Partai Demokrat (PD) memilih Dede Yusuf sebagai bakal calon gubernur dalam Pilgub Jabar 2013, berdasarkan hasil survei.

Sejumlah survei menunjukkan, elektabilitas dan popularitas Dede jauh mengungguli sejumlah tokoh Jabar, termasuk Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.

Wakil Ketua Umum DPP PD Max Sopacua menegaskan, survei memang jadi rujukan. Namun tiap daerah memiliki kecenderungan yang berbeda. Contohnya dalam Pilgub DKI yang lalu.

Dari hasil survei, pasangan Foke-Nara unggul dibandingkan Jokowi-Ahok. Namun hasil akhir menentukan lain. Jokowi-Ahok berhasil mempecundangi jagoan PD, Foke-Nara.

"Tapi jangan samakan Pilgub Jabar dengan Pilgub DKI bung. Kemarin itu, Jokowi adalah media darling," ucap Max.

Untuk di Jabar, Max yakin Dede punya kekuatan juga sebagai media darling dan juga dicintai rakyat Jabar.

"Apalagi Dede masih menjadi Wagub Jabar. Dia sering berkunjung ke daerah dan bersilaturahmi dengan masyarakat," katanya.

Max menambahkan, kondisi psikologis rakyat Jabar juga jauh berbeda dengan warga DKI Jakarta. "Kultur di Jabar masih kental. Delapan puluh persen warga Jabar adalah Sunda. Beda dengan DKI yang kultur aslinya mungkin sekitar 10 persen," katanya.

Sementara itu, pengamat politik dari Unpad, Arry Bainus menuturkan, PD jangan buying time atau mengulur waktu dalam menentukan calon pendamping Dede Yusuf.

Setelah menetapkan Dede sebagai cagub, PD harus segera meminang parpol lain sekaligus cawagub dan mesin politik segera berjalan.

"Kalau mau menang, Demokrat harus koalisi. Untuk partai besarnya, sebaiknya memilih PDIP. Begitu juga bagi PDIP. Di sana ada kader PDIP yang paling rasional mendampingi Dede yaitu Rieke Dyah Pitaloka. Demokrat harus segera meminangnya kalau tidak mau keduluan," katanya, Minggu (7/10).

Pilihan koalisi Demokrat-PDIP, kata Arry, akan menguntungkan kedua pihak. "Kader PDIP sangat loyal. Lumbung suaranya sangat banyak. Namun saat ini PDIP sedang dirundung masalah. Kalau PDIP ingin menjadi pemenang dalam pilgub, ya harus koalisi dengan Demokrat karena Pak Dede layak jual. Jadi PDIP jangan terlalu pede untuk maju sendiri. Nanti malah tidak dapat sama sekali," ucapnya.

Arry menuturkan, memang bakal muncul sentilan negatif jika Dede berpasangan dengan Oneng karena dituding hanya mengandalkan popularitas.

"Tapi sebenarnya tidak. Pengetahuan Pak Dede selama magang lima tahun sebagai wakil gubernur, sudah cukup untuk mengetahui birokrasi pemerintahan dan roda pemerintahan. Sementara Oneng, sangat kapabel sebagai anggota DPR RI. Dia sangat paham persoalan masyarakat," ucapnya.

Dia menambahkan, tidak ada istilah "dendam politik" dalam politik. Meskipun di dalam Pilgub DKI Jakarta kemarin, Demokrat dikalahkan PDIP, bukan berarti di daerah lain tidak akan berkoalisi.

"Ada kok koalisi Demokrat-PDIP di daerah lain dan ternyata menang. Jadi tidak masalah," katanya. (pro)
Bagikan :

Baca Juga:

Indeks Berita


Nasional


Wisata

Opini

Sosok

 
Bandung Raya Online Copyright © 2012 Allright Reserve - Pengelola: Bandung Media Citra (BMC).