English Dutch French Arabic Korean Japanese Chinese

Minggu, 07 Oktober 2012

Bahasa Daerah sebagai Kekuatan Nasionalisme

(Catatan Menyambut Kongres Internasional II Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan)
Oleh: Muhlis Hadrawi
(Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Bugis-Makassar UNHAS)

KONGRES Internasional Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan yang akan dilaksanakan pada 1-4 Oktober tahun 2012, menegaskan kalau masyarakat Sulawesi Selatan masih menyisakan perhatiannya terhadap bahasa daerahnya. Mengapa demikian? Mungkin jawabannya adalah karena tantangan kehidupan modern kini rupanya menggeledah “identitas” budaya kita yang paling asas yakni bahasa daerah. Kita pun digugah untuk mengambil tanggung jawab terhadap bahasa daerah Sulawesi Selatan yang kini sedang menderita “sakit.”

Tentu saja, identitas seseorang sebagai Bugis, atau Makassar, Toraja, dan Mandar kadangkala perlu disapa, baik dalam konteks ke-Indonesia-an, maupun ketika masuk dalam pusaran global yang universal dan plural. Tepatlah apa yang pernah diungkapkan Mattulada tahun 1995 dalam sebuah diskusi budaya di Makassar, “sepatutnya setiap orang terlebih dahulu harus menjadi Bugis, atau Makassar, Mandar, atau Toraja, Jawa, Aceh, Batak, Sunda, dan lain-lain sebelum dirinya menjadi orang “Indonesia” secara utuh.

Artinya, karena saya Bugis, maka saya adalah Indonesia; karena saya Jawa, maka saya juga Indonesia; atau karena saya Bugis campur Jawa, maka saya semakin Indonesia; karena saya Makassar campur Sunda, atau Batak, Ambon, Melayu, dan seterusnya, maka sungguh saya sangat Indonesia.

Identitas diri dalam konteks Indonesia menjadi hak masing-masing suku bangsa dalam memberikan hakikat kebangsaaan dalam konteks “Bhineka Tunggal Ika”. Kita beraneka-ragam, ada banyak suku bangsa, berbagai agama dan kepercayaan, bermacam-macam tradisi, berwarna-warni budaya, dan seterusnya, mengukuhkan eksistensi “ke-bhineka-an” kita untuk “ber-tunggal ika” dalam sebuah bangsa yang bernama Indonesia. Inilah hakikat, pesona, dan kekuatan besar bagi bangsa Indonesia. Lalu bagaimana bahasa daerah itu dipandang dan dikembangkan agar menjadi kekuatan nasionalisme bangsa?

Perlu Strategi Pengembangan Bahasa Daerah

Strategi yang mantap mengenai penguatan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah Bugis, Makassar, Massenrempulu, dan Toraja diharapkan lahir pada Kongres tersebut. Selain itu, perlu dibangun sikap positif masyarakat terhadap bahasa daerah yang kini terasakan semakin melebar jaraknya. Tentu saja “startegi” pengembangan bahasa daerah patut mempertimbangkan aspek budaya dan masyarakat sebagai konteksnya.

Segenap level sosial perlu diberi ruang sesuai kapasitasnya masing-masing. Lembaga formal dan non formal, lembaga swasta dan pemerintah, masyarakat umum hingga elit sosial, para wakil rakyat, birokrat, para guru sekolah - termasuk guru TK, para orang tua, anak-anak, perlu menjadi pemain secara bersama sesuai kapasitasnya masing-masing.

Jika hal itu dapat diwujudkan kemudian diikuti dengan komitmen yang kuat menjalankannya, maka Kongres Bahasa Daerah yang kita lakukan bukanlah sekadar rutinitas empat tahunan yang membuang-buang energi dan biaya yang tidak sedikit. Justru kongres tersebut akan menjadi momen penting dan berguna karena akan mengondisikan bahasa daerah mampu hidup kembali; minimal kematiannya dapat ditunda.

Desain Bahasa Daerah Dalam Bingkai Nasionalisme

Bahasa daerah adalah mutiara kekayaan bangsa Indonesia. Ada manfaat penting yang dapat teraih apabila mendesainnya dengan tepat dalam bingkai kebudayaan nasional. Pengembangan bahasa-bahasa daerah Sulawesi Selatan hendaklah dilakukan dengan mempertimbangkan kebijaksanaan nasional. Hal itu dipandang perlu agar dapat dihindarkan dari perlombaan yang tidak sehat, saling cemburu, iri hati, atau malahan pertentangan yang dapat merusak kesadaran kita dalam berbangsa.

Bahasa daerah sepatutnya pula dikembangkan dengan menghindarkan   masyarakat pendukungnya dari sikap primordial dan picik karena potensial melahirkan kelompok-kelompok yang masing-masing dapat mengidentifikasikan diri sebagai pihak yang berbeda dan bertentangan dengan kelompok atau etnik lain. Oleh karena itu, desain pengembangan bahasa daerah perlu dipola secara intelektual dalam bingkai nasionalisme yang tepat.

Ide-ide keberagaman sosial dan budaya dalam konteks persatuan juga menjadi subtansi dalam khasanah sastra dan bahasa daerah di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, pikiran-pikiran positif diharapkan lahir dari Kongres Internasional II Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan. Sangatlah dinantikan gagasan cemerlang mengenai konsep   dan strategi pengembangan bahasa Daerah Bugis, Makassar dan Toraja pada masa modern kini. Kita pun berharap agar Kongres tersebut dapat memberikan konstribusi maksimal bagi pengembangan bahasa dan buadaya Nasional, tak terkecuali dapat menginspirasi daerah lain di Indonesia melahirkan konsep dan strategi sesuai dengan konteks sosio-kulturnya masing-masing.

Menghindari Chauvinism Kedaerahan

Pengembangan bahasa daerah perlu dibingkai dengan wawasan kebangsaan yang luas dan dihindarkan dari chauvinism kedaerahan yang berlandaskan pada jumlah penduduk yang besar serta kebudayaan yang lebih superior. Kita tidak pernah bermimpi munculnya dominasi budaya tertentu terhadap budaya lain, sehingga setiap etnik patut diberikan kesempatan yang sama untuk membina bahasa dan budayanya masing-masing. Semua etnik dapat diberi hak untuk bertanggungjawab, merawat, dan membina bahasanya dengan baik -paling tidak jangan merusaknya.

Kekuatan dan kedaulatan Indonesia dipangku bersama oleh seluruh etnik. Kearifan-kearifan lokal yang bernuansa “persatuan nasional” perlu digali dari sumber khasanah lokal. Kita sepakat bahwa khasanah bahasa dan sastra daerah diposisikan sebagai kekayaan Nasional, dapat dipelihara dan dikembangkan sehingga mampu memberikan sumbangan positif bagi bangsa. Pada sisi itulah bahasa daerah penting dibina dan dirawat sebaik-baiknya sebagai kekayaan bangsa sekaligus sebagai kekuatan bernegara.

Gagasan positif dan cemerlang mengenai pembinaan bahasa daerah sangat dinantikan lahir dari Kongres Internasional II; tentu saja rekomendasi yang muncul lebih elok jika segera dilaksanakan – bukan sekadar mewacanakan atau merekomendasikan ulang pada kongres berikutnya. (Sumber: Fajar))

http://www.fajar.co.id/
Bagikan :

Baca Juga:

Indeks Berita


Nasional


Wisata

Opini

Sosok

 
Bandung Raya Online Copyright © 2012 Allright Reserve - Pengelola: Bandung Media Citra (BMC).